September 9, 2014

Sejauh Mana Hal Pribadi Bisa Jadi Konsumsi Publik

Answer Their Questions
(Sejauh Mana Hal Pribadi Bisa Jadi Konsumsi Publik)




Media sosial. 

Keberadaan media sosial untuk persebaran informasi sekarang ini memang sudah tidak dipungkiri lagi efeknya, fungsinya, manfaatnya, bahkan resikonya. Menilik beberapa kasus yang sudah ada, penggunaan media sosial untuk penipuan online, mengumpat di media dan menerima hukum kemasyarakatan setelah umpatan itu tersebar, dan mungkin masih banyak lagi resiko yang diterima para pengguna medsos. Memang hal ini tidak akan menimpa semua pengguna media sosial, hanya bagi mereka-mereka yang mampu untuk mempergunkan media sosial sesuai kadarnya saja yang akan terhindar dari hal-hal semacam ini. 

Kita bisa posting hal-hal yang menyebalkan, menyakitkan hati orang lain, menyindir orang lain, dan kemudian orang yang tersindir akan kembali memposting sindiran baru yang hanya akan terjadi seperti itu terus menerus tanpa ada titik jelas. 

Lepas dari Facebook dan twitter, ada pula media sosial dengan bentuk blog, wordpress, tumblr, dimana pengguna bisa menulis kisah -kisah pribadi, foto-foto inspiratif bahkan foto pribadi,atau berargument tentang sesuatu atau seseorang. 


Art by Dinata Ayu


Oke! 

Katakanlah, masing masing pengguna bebas memposting apapun, toh itu akun juga akun mereka, ya enak -enak mereka mau posting apa.(Itu versi sarkatisnya). 

Tapi, mungkin itulah yang terjadi pada para pengguna sebelumnya yang akhirnya kehidupan pribadinya terlalu mudah ditebak lewat media, dimana rumahnya, nama orang tuanya, map lokasi keberadaannya, dan hal-hal semacam itu. Kemudian saat anda pihak ketiga, keempat dan selanjutnya yang menggunakan informasi tersebut, pengguna asli akan merasa tersinggung, terganggu karena merasa di kuntit (stalked by someone maybe). Harusnya sih nggak boleh tersinggung atau marah ya kalau akhirnya orang lain dengan mudah "menguntit" kegiatan kamu, karena seolah ada hukum tidak tertulis yang telah kamu tandatangi sesaat setelah kamu memutuskan untuk membagi informasi tentangmu kepada public. Hukum tidak tertulis yang berbunyi: 

"SAYA MENGIJINKAN ORANG LAIN MENGETAHUI TENTANG SAYA DARI SEMUA HAL YANG SUDAH SAYA POSTING".
 

Answer Their Questions
 
Saya sendiri bukan orang yang bisa lepas dari media sosial, tapi setidaknya tidak addict untuk menggunakan satu media tertentu setiap jam - setiap hari - setiap waktu. Ada yang bertanya pada saya: 
"Kenapa kamu nggak nulis blog tentang kehidupan pribadimu?"

Bagi teman-teman yang sudah kenal saya, mungkin akan lebih bisa menjawab pertanyaan ini dari pada saya sendiri. Karena saya memilih, pada media apa saya bisa berbagi, dan untuk blog, yang notabene nya adalah media share pesan dalam karakter yang lebih besar, alangkah baiknya blog memiliki segmentasi, target audience, dan tema atau topic. Ini tentang nilai. Apabila kamu suka menulis blog juga, tentang fotografi, bisa memposting karya -karya indah, yang nantinya akan berfungsi untuk orang lain, sebagai rekomendasi, bahan belajar, dan lain sebagainya. Begitu pula bagi pecinta makanan, traveling, fashion, family oriented, atau suka sekali tentang desain interior dan exterior, maka umumnya mereka akan memposting tentang hal-hal tersebut daripada menceritakan tentang kehidupan pribadinya. Bukan berarti curhat di medsos itu salah kok, kembali ke masing-masing pengguna akun. 
 
Bukan berarti saya tidak pernah menulis tentang hal yang telah atau ingin saya lakukan. 
 
Saya menulisnya juga. Hal-hal yang berkaitan tentang pribadi saya, tentang  review makanan yang saya makan bersama teman-teman saya, harganya, lokasinya. Atau bisa juga saat saya menulis tentang perjalanan saya ke kota lain, saya akan posting gambar-gambar, ataupun informasi yang bisa saya sampaikan kepada reader dimana itu akan berfungsi sebagai rekomendasi untuk mereka nantinmya. 
 
Saya tidak akan menulis cerita yang sangat subyektif, satu sisi, menceritakan dengan menggebu-gebu dan lugas. Seolah apa yang menjadi pandangan saya adalah yang paling benar. Analoginya: Saat berkisah tentang makanan tertentu, terlalu kompleks saat kita berkisah makanan itu enak. Tapi obyektifnya, enak itu apa, asinkah, maniskah, gurih, pedas, atau seperti apa. Dengan informasi pendukung lainnya tentang makanan itu. 
 
Art by Dinata Ayu
 
 
Penulis yang baik siap dikritik!
 
Tidak harus menunggu jadi seorang penulis sebenarnya,tapi apapun yang kamu lakukan atau kamu posting bai tentang hal ataupun orang, kemudian akan menimbulkan kritik, munculnya saran, maka kenyataanya tidak semua orang siap dikritik. 
 
Mereka yang tidak bisa menerima kritik akan cenderung merasa terpojok. Kemudian tidak bisa menerima saran dan kritik dengan menunjukan kata-kata defensif yang kadang terkesan lebih sarkatis. Rada aneh sih kalau liat fenomena kayak gitu.... :) 
 
Sedikit berbagi cerita tentang menulis di media sosial. Mungkin tidak  atau lebih tepatnya belum terjadi di halaman blog saya, tapi justru di halaman wordpress dalam bahasa inggris saya. Ada sebuah liputan tentang burung langka, tapi saya salah menuliskan jenis burung tersebut. Salah satu reader saya meluruskan dengan informasi yang lebih tepat tentang jenis burung tersebut. 
 
Jangan langsung komentar atau defensif. 
 
Yang pertama kamu lakukan adalah "MENCARI TAHU" tentang komentar atau kritik orang itu benar atau tidak. Kadang kan komentator juga hanya ingin komen tanpa tahu apa yang dia sampaikan itu benar atau tidak, atau sekedar basa-basi saja. Saat fakta dari kritik yang diterima itu benar, lakukan klarifikasi. Waktu itu ternyata saya lalai hanya di warna leher burung itu saja. Dengan bulu yang sama, jenis yang sama, ternyata dengan leher berbulu biru dan berbulu hijau nama ordonya berbeda. Nilai positifnya, berarti ada yang begitu teliti membaca tulisan kita kan. :)
 

Bukankah semua orang tidak lepas dari salah?

Sadar atau tidak para pengguna akun media sosial pasti melakukan itu, tapi dengan kadar yang berbeda-beda. Dan jangan pernah memposting di media sosial, saat kamu sedang dalam kondisi emosi yang meluap-luap. 
 
Kalau emosional secara positif tidak masalah, misalnya sedang bahagia sekali karena kelulusan, nilai baik, pekerjaan bagus, promosi kerja, dan lain sebagainya. Tapi, yang harus digarisbawahi adalah justru saat emosional yang tidak ke arah baik, contohnya marah karena sesuatu atau seseorang, marah pada diri sendiri, sedih yang berlarut-larut, kecurigaan, dan masih banyak lainnya. 

So, be smart....



No comments :

Post a Comment

Copyright © 2014 FILOSOFAST

Distributed By Blogger Templates | Designed By Darmowe dodatki na blogi